Kisah Kakek Renta Penjual Peniti di Trotoar Kantor Pos Metro

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ


Metro – Meski usianya tak lagi muda, Abdul Somat seorang kakek kelahiran Ponorogo, Jawa Timur, tahun 1945, masih semangat mencari nafkah dengan menjadi pedagang kaki lima.
Kakek berusia 71 tahun itu, biasa menggelar lapak dagangannya di trotoar samping Kantor Pos, Kota Metro. Ia menjual barang barang kebutuhan mulai dari peniti cottonbud, kaos oblong, pemotong kuku,  hingga jarum pentol.

Meski harus berpanas-panasan di pinggiran jalan, kakek yang tinggal di Pondok Tumakninah Yasin, Metro Pusat Kota Metro ini, tetap semangat menunggu dagangannya. Ia lebih senang hidup mandiri daripada menggantungkan hidup dengan anak cucunya.

Kamis siang, sekitar pukul 13.45 WIB, 31/3/2016, jejamo.com berkesempatan untuk bertemu dengan kakek Abdul Somat. Di bawah terik matahari yang menerobos melewati sela-sela daun pohon di pinggir jalan,  Abdul Somat nampak menjajakan dagangannya.

Dengan duduk bersila beralaskan plastik dan terpal, sosok pria tua yang mulai berkurang pendengarannya itu tengah sibuk melayani empat wanita cantik yang ingin membeli barang dagangannya. Dengan ramah tamah dan kata-kata yang mulai terbata-bata, Abdul melayani setiap pembelinya satu per satu.

Para wanita itu nampak sabar saat menanyakan harga dan menunggu kembalian yang diberikan sang kakek. Bahkan, salah satu dari mereka Anisa, dengan suka rela memberikan sisa uang pembelian kepada kakek Abdul Somat. Anisa juga memberikan sebungkus makanan yang sengaja ia bawa untuk sang kakek. “Ini kek, ada sedikit makanan buat kakek. Diterima ya kek,” kata mahasiswi Universitas Muhammadiyah Metro itu kepada kakek Abdul Somat.

Kakek Abdul Somat menerima pemberian wanita asal Jepara Lampung Timur itu dengan penuh rasa syukur. “Repot-repot lho dek. Makasih ya dek. Semoga dilancarkan rezekinya,” ujar sang kakek saat membalas pemberian Anisa dengan doa.

Anita mengaku sengaja ingin membeli di lapak sang kakek dan memberi sedikit dari rezeki yang dimilika untuk kakek Abdul Somat. Keinginannya itu muncul karena merasa bangga dengan apa yang dilakukan kakek Abdul Somat meski sudah renta masih memiliki kemauan mendapatkan rezeki dengan berjualan.

“Sebenarnya sudah dari kemarin saya mau beli barang di sini. Karena kalau melihat perjuangannya ini jadi ingat sama orang tua di rumah. Namun, baru hari ini ada waktu luangnya. Makanya saya langsung ke sini,” ujarny.

Menurutnya, sosok Abdul patut dicontoh generasi muda saat ini. “Kakek yang sudah tua saja masih mau berjuang hidup dengan berjualan seperti ini. Yang muda harusnya malu bila hanya menghabiskan waktu untuk berhura-hura dan tanpa memikirkan masa depannya,” ungkap Anisa.


Abdul Somat mengaku tidak setiap hari berjualan, kadang dalam satu minggu hanya beberapa hari saja dirinya menggelar lapak dagangan untuk mencari rezeki. “Tidak setiap hari dagang,” ujar Abdul Somat dengan senyum di pipinya.

Ia mengaku penghasilan yang didapat tiap hari tidak pasti. Kadang saat ramai dalam sehari ia bisa mendapatkan omset kotor sebanyak Rp300-400 ribu. Ia juga mengaku sering diberi rezeki dari parapembeli yang membeli dagangannya. “Biasanya ada ngasih uang, ada juga makanan. Kalau Barang dagangan saya beli di depan situ, Pasar Cendrawasih,” tuturnya.

Abdul Somat menjawab dengan bercanda saat ditanya mengapa masih semangat berdagang di usianya yang sudah senja itu. “Ya siapa tahu bisa dikumpulin untuk modal mencari istri lagi,” tutup Abdul sembari tertawa.(*)

sumber : jejamo.com
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

0 Response to "Kisah Kakek Renta Penjual Peniti di Trotoar Kantor Pos Metro"

Posting Komentar