بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
PENJELASAN DPP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
TENTANG
PELANGGARAN DISIPLIN PARTAI
YANG DILAKUKAN OLEH SAUDARA FAHRI HAMZAH
TENTANG
PELANGGARAN DISIPLIN PARTAI
YANG DILAKUKAN OLEH SAUDARA FAHRI HAMZAH
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Untuk menghindari kesimpangsiuran informasi dan meluruskan duduk
persoalan yang terkait dengan Saudara Fahri Hamzah yang telah beredar di
publik, DPP PKS memandang perlu diterbitkannya Penjelasan Kronologis
Permasalahan tersebut.
Penjelasan ini diharapkan memberikan gambaran dan pemahaman yang
lebih utuh dan proporsional baik secara substansi permasalahan maupun
proses penanganannya. Semoga Allah Swt memberikan keteguhan dan
kemantapan hati kita untuk saling menasehati dalam kesabaran dan
kebenaran serta mengokohkan tali ukhuwah di antara kita.
Berikut ini adalah penjelasan kronologis permasalahan Saudara Fahri Hamzah:
A. ARAH BARU, KONSOLIDASI, DAN OPTIMALISASI POTENSI
1. Sebagaimana lazimnya kepemimpinan baru, hal pertama yang dilakukan
Pimpinan PKS periode 2015-2020, yang dimulai sejak tanggal 10 Agustus
2015, adalah melakukan konsolidasi internal melalui penyamaan arah,
visi, strategi, dan pola pengelolaan partai ke depan. Konsolidasi ini
dimaksudkan agar seluruh potensi partai yang sangat beragam (kader,
struktur, pejabat publik, dan sebagainya) dapat disinergikan guna
mencapai tujuan partai secara optimal.
2. Di antara potensi-potensi partai tersebut, Fraksi PKS DPR RI
memiliki posisi penting karena berperan sebagai etalase partai yang
menjadi cerminan wajah dan kebijakan-kebijakan partai di ranah publik.
Apalagi PKS saat ini tidak menjadi bagian dari koalisi pemerintahan
Jokowi-JK sehingga keberadaan kader-kader PKS di DPR RI memiliki peran
sentral sebagai anggota/kader PKS di ranah publik. Oleh karena itu
pimpinan PKS memberikan perhatian khusus kepada Fraksi PKS, sehingga
dalam bulan pertama masa tugasnya Pimpinan PKS melakukan briefing kepada
Ketua Fraksi PKS (Jazuli Juwaini) dan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi
PKS (Fahri Hamzah, selanjutnya FH). Keduanya dilakukan pada waktu yang
berbeda.
3. Briefing kepada saudara FH dilakukan pada tanggal 1 September 2015
di kantor Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) PKS. Dalam pertemuan yang
dimulai sekitar jam 15.30 tersebut hadir 3 (tiga) anggota DPTP yaitu
Ketua Majelis Syuro (KMS), Wakil Ketua Majelis Syuro (WKMS), dan
Presiden PKS serta FH.
4. Dalam pertemuan tersebut, KMS menyampaikan arahan kepada FH yang
secara substansi adalah bahwa sebagai partai kader dan partai dakwah,
kita ingin benar-benar tampil sesuai karakteristik partai kader dan
partai dakwah dengan kedisiplinan dan kesantunannya. Untuk itu KMS
meminta agar FH menyesuaikan diri dengan arah kebijakan tersebut, dan
senantiasa melakukan syuro serta mengindahkan arahan Partai, terutama
dalam menyampaikan pendapat ke publik sehingga tidak menimbulkan
kontroversi dan citra negatif bagi Partai. Apalagi posisi FH sebagai
Wakil Ketua DPR RI akan selalu menjadi perhatian publik dan
diasosiasikan oleh sebagian pihak sebagai sikap dan kebijakan PKS.
5. Beberapa pernyataan FH yang kontroversial, kontraproduktif dan
tidak sejalan dengan arahan Partai saat itu antara lain; (1) Menyebut
‘rada-rada bloon’ untuk para anggota DPR RI. Pernyataan ini diadukan
oleh sebagian anggota DPR RI ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan
dikemudian hari FH diputus oleh MKD melakukan pelanggaran kode etik
ringan.; (2) Mengatasnamakan DPR RI telah sepakat untuk membubarkan KPK;
(3) Pasang badan untuk 7 (tujuh) proyek DPR RI yang mana hal tersebut
bukan merupakan arahan Pimpinan Partai.
6. Selanjutnya, WKMS juga menyampaikan penegasan tentang apa yang
disampaikan KMS. Terutama terkait dengan karakteristik mayoritas
masyarakat Indonesia yang menjunjung kepatutan, kesantunan, dan
kesopanan yang penting diperhatikan oleh pejabat publik, apalagi yang
berasal dari Partai Islam. Bila dikaitkan dengan dakwah, tentu memahami
karakteristik mayoritas masyarakat Indonesia merupakan kunci penting
keberhasilan dalam berkomunikasi kepada publik.
7. Presiden PKS juga menyampaikan pendapatnya, yang pada intinya
bahwa FH sebagai pimpinan DPR RI daripada mengangkat gagasan 7 proyek
DPR RI yang berbiaya mahal lebih baik melakukan terobosan-terobosan
substantif berupa transformasi struktural (di bidang politik, ekonomi,
sosial, dan bidang-bidang lainnya) melalui perbaikan dan pengusulan
beragam Rancangan Undang-Undang (RUU) di DPR RI. Ini juga sekaligus akan
mengangkat reputasi DPR RI dan secara khusus Koalisi Merah Putih (KMP),
sebab posisi KMP di DPR RI adalah mayoritas.
8. FH mencatat dan menerima nasehat dan masukan-masukan pada
pertemuan tersebut dan ada kesiapan melakukan adaptasi dengan
arahan-arahan tersebut. KMS, WKMS, dan Presiden PKS pun gembira dengan
respon FH dan optimis FH dapat menjalankan tugasnya sebagai
anggota/kader PKS dalam posisinya sebagai Wakil Ketua DPR RI sesuai
arahan, visi dan misi Partai di atas.
9. Seiring berjalannya waktu, sosialisasi dan supervisi arahan-arahan
Pimpinan Partai terhadap seluruh struktur dan anggota partai termasuk
yang mengemban amanah jabatan publik (bukan hanya terhadap FH saja)
terus dilakukan dalam rangka konsolidasi. Berselang 7 (tujuh) pekan dari
1 September 2015 semenjak FH mendapat arahan langsung dari Pimpinan
Partai dan yang bersangkutan telah menyatakan kesediaan melaksanakannya,
Pimpinan Partai menilai bahwa pola komunikasi politik FH tetap tidak
berubah. Sikap kontroversi dan kontraproduktif kembali berulang, bahkan
timbul kesan adanya saling silang pendapat antara FH selaku pimpinan DPR
RI dari PKS dengan pimpinan PKS lainnya. Beberapa pendapat
kontroversial dan kontraproduktif FH yang mengemuka saat itu di publik
adalah (1) Kenaikan tunjangan gaji pimpinan dan anggota DPR RI dinilai
oleh FH masih kurang, padahal Fraksi PKS DPR RI secara resmi menolak
kebijakan kenaikan tunjangan pejabat negara, termasuk pimpinan dan
anggota DPR RI; (2) Terkait Revisi UU KPK, FH menyebut pihak-pihak yang
menolak revisi UU KPK sebagai pihak yang sok pahlawan dan ingin menutupi
boroknya, padahal di saat yang sama WKMS dan Presiden PKS telah secara
tegas menolak revisi UU KPK. Silang pendapat yang terbuka antara FH
dengan Pimpinan Partai ini tentunya mengundang banyak pertanyaan di
publik dan juga dari internal kader PKS.
10. Akhirnya pada tanggal 23 Oktober 2015 di Ruang Kerja DPTP PKS,
KMS memanggil FH untuk menyampaikan penilaian Pimpinan Partai dan
kebijakan partai selanjutnya untuk FH. KMS menyatakan bahwa sikap FH
tidak sesuai dengan arahan Partai dan tidak sesuai dengan komitmen yang
telah disampaikannya kepada Pimpinan Partai pada pertemuan tanggal 1
September 2015. Untuk itu demi kemaslahatan Partai ke depan dan kebaikan
FH, Pimpinan Partai memandang penugasan FH di posisi Wakil Ketua DPR RI
perlu ditinjau. Walau demikian, KMS tetap memandang FH sebagai
anggota/kader potensial PKS yang harus dioptimalkan perannya, sehingga
FH akan ditugaskan pada posisi lain di DPR RI (salah satu pimpinan dari
Alat Kelengkapan Dewan DPR RI).
11. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2014 jo UU No.42 Tahun 2014, proses
rotasi jabatan sebagai Wakil Ketua DPR RI dapat dilakukan dengan cara
diberhentikan oleh Partai atau FH mengundurkan diri. Atas pertimbangan
kemaslahatan bersama, maka KMS meminta FH mengajukan pengunduran diri
dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI. Atas permintaan KMS
tersebut, FH menyatakan mengerti akan keputusan tersebut dan siap
melaksanakannya. FH juga menyatakan akan menyiapkan sendiri
alasan-alasan pengunduran dirinya dalam surat ke DPR RI. FH juga siap
mensosialisasikan rencana pengunduran dirinya kepada kolega sesama
pimpinan DPR RI, kepada Presidium Koalisi Merah Putih (KMP), dan kepada
keluarganya. Hanya saja FH meminta waktu untuk menuntaskan beberapa hal
(di antaranya rencana kunjungan pimpinan DPR RI ke luar daerah) sehingga
FH menjanjikan akan mengundurkan diri pada pertengahan Desember 2015.
KMS menyetujui permintaan FH tersebut dan disepakati bahwa pengunduran
diri FH akan dilakukan pada pertengahan Desember 2015 sebelum masuk masa
reses DPR RI sehingga saat masuk masa sidang berikutnya posisi FH sudah
tidak lagi menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI.
12. Atas respon positif FH dalam pertemuan tanggal 23 Oktober 2015 di
atas, KMS menyambut baik dan memuji sikap FH sebagai kader partai yang
loyal dan taat kepada Pimpinan dan Aturan Partai, bahkan KMS beberapa
kali mengungkapkan hal tersebut kepada anggota-anggota DPTP PKS.
13. Setelah tanggal 23 Oktober 2015, ternyata pola komunikasi publik
FH tidak berubah. Bahkan dalam kasus Ketua DPR RI yang diadukan oleh
Menteri ESDM kepada MKD terkait pelanggaran etika (Kasus Freeport), FH
menunjukkan sikap yang tidak proporsional dan kontraproduktif bagi
Partai. Bahkan FH juga melontarkan pendapat-pendapatnya ke publik
menyangkut materi persidangan MKD sehingga terkesan mengintervensi
proses persidangan di MKD DPR RI. Hal ini semakin menunjukkan FH tidak
melaksanakan komitmennya sebagaimana yang telah disampaikan kepada
Pimpinan Partai sejak tanggal 1 September 2015.
14. Pada tanggal 1 Desember 2015, KMS memanggil FH untuk datang ke
kantor DPTP PKS. Pada saat itu, KMS menanyakan perkembangan proses
pengunduran diri FH dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI
sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya oleh FH sendiri. Di luar
dugaan, FH menyatakan bahwa dia berfikir ulang untuk mundur, karena
menurut pendapatnnya apabila FH mengundurkan diri dari jabatannya itu
akan berakibat terjadinya kocok ulang pimpinan DPR RI, sehingga menurut
FH PKS akan kehilangan kursi pimpinan DPR RI. Meskipun sebenarnya
sebelum pertemuan tersebut KMS telah mempelajari bahwa hal itu tidak
akan berakibat kocok ulang dan kalaupun hal tersebut terjadi maka risiko
menjadi tanggungjawab Pimpinan Partai. Kemudian KMS mempersilahkan FH
untuk mendiskusikan pendapatnya dengan Tubagus Soenmandjaja (TS) karena
TS mantan anggota Pansus RUU MD3 tersebut dari unsur FPKS DPR RI.
15. Pada tanggal 11 Desember 2015 dilakukan pertemuan antara KMS, FH
dan TS di kantor DPTP PKS. Dalam pertemuan tersebut FH tidak dapat
membantah penjelasan TS bahwa kekuatirannya soal kocok ulang pimpinan
DPR tidaklah berdasar dan tidak ada preseden sebelumnya. Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku bahwa apabila ada Pimpinan DPR
RI yang mengundurkan diri, maka akan digantikan oleh anggota dari
Fraksi yang bersangkutan. Atas logika dan fakta yuridis itu, dalam
kesempatan tersebut FH kembali menyatakan kesiapannya melaksanakan tugas
Partai tersebut di atas dan bahkan menegaskan bahwa dirinya memilih
ingin tetap berada dalam Partai meskipun ditempatkan pada posisi apapun.
16. Atas dasar komitmen FH tersebut di atas, tanggal 12 Desember 2015
KMS menugaskan TS untuk menyusun rancangan surat pengunduran diri FH
dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR RI sebagaimana yang telah
dijanjikan dan dikomitmenkan oleh FH. Setelah rancangan surat tersebut
disetujui KMS maka TS ditugaskan untuk menyampaikannya kepada FH.
Penugasan TS untuk menemui FH tersebut diberitahukan KMS kepada FH
melalui pesan singkat WA yang dijawab oleh FH dengan: “Baik, Syaikh.”
17. Pada tanggal 13 Desember 2015 terlaksana pertemuan TS dan FH di
Gedung Nusantara V Lantai 2 Kamar 209 (Sekretariat Fraksi PKS MPR RI).
Sesuai dengan amanah KMS tersebut, TS menyampaikan naskah surat
pengunduran diri termaksud secara langsung kepada FH. Pada saat TS
meminta agar FH menandatangani surat pengunduran dirinya itu, FH secara
halus menolak dengan alasan: (a) meminta izin untuk mempelajari surat
pengunduran diri tersebut seraya meminta waktu untuk mempelajarinya, (b)
akan menghadap langsung kepada KMS untuk menindaklanjuti surat
tersebut. Atas permintaan FH itu, TS menerima dan melaporkannya melaui
WA kepada KMS.
18. Setelah mendapat laporan dari TS terkait hasil pertemuan di atas,
KMS lalu mengirim pesan kepada FH yang isinya memberi kesempatan kepada
FH untuk mempelajari surat tersebut dan meminta untuk bertemu esok
harinya, pada hari Senin, 14 Desember 2015.
19. Pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 01.00 WIB FH mengirim pesan
kepada KMS yang isinya: (a) belum membaca isi dokumen tetapi sudah
mendiskusikan dengan TS, (b) hatinya belum mantap untuk melaksanakan
tugas tersebut, (c) akan bicara pada LAWYER (huruf besar dari FH) dan
guru besar Tata Negara, (d) alasan lainnya terkait kegiatan DPR.
20. KMS kemudian membalas pesan tersebut yang isinya memberi waktu
kepada FH untuk konsultasi kepada siapa saja dan ditunggu sampai esok
harinya tanggal 15 Desember 2015 pukul 09.00 WIB. Tetapi hari itu FH
tidak bisa datang dengan alasan kegiatan di DPR RI. Kemudian KMS memberi
waktu lagi sampai keesokan harinya.
21. Pada tanggal 16 Desember 2015, sekitar pukul 08.00 WIB akhirnya
FH datang menemui KMS di kantor DPTP PKS. KMS kembali menanyakan tentang
kesiapan FH untuk melaksanakan komitmen/janjinya. FH kembali menegaskan
ketidaksediaannya menunaikan apa yang telah dikomitmenkan/dijanjikan
sebelumnya kepada KMS dengan berbagai alasan, diantaranya mengaitkan
dengan Hukum Tata Negara, agenda DPR RI dan lainnya. KMS mengingatkan
bahwa pertemuan tersebut adalah kesempatan terakhir bagi FH, oleh karena
itu jika FH tidak bersedia berarti menolak penugasan, dan selanjutnya
persoalan tersebut akan diproses menurut AD/ART PKS. KMS mengingatkan
hal tersebut hingga dua kali dan FH mengatakan dia paham AD/ART PKS dan
siap menjalani proses tersebut.
22. Karena FH menyatakan paham AD/ART PKS dan siap menjalani proses
sesuai AD/ART PKS sebagaimana disebutkan di atas, berarti FH memahami
kewajiban Anggota Partai sebagaimana diatur dalam AD/ART PKS dan
Peraturan Partai lainnya antara lain:
(1) AD PKS Bab XVIII terkait Penghargaan dan Sanksi Pasal 26 ayat (3)
yang menyebutkan: “Partai menjatuhkan sanksi berupa sanksi
administratif, pembebanan, pemberhentian sementara, penurunan jenjang
keanggotaan dan pemberhentian dari kepengurusan dan/atau keanggotaan
atas perbuatan anggota yang melanggar aturan syariat dan/atau aturan
organisasi, menodai citra partai atau perbuatan lain yang bertentangan
dengan AD/ART dan/atau Peraturan-Peraturan Partai lainnya.”
(2) Pedoman Partai No.01 Tahun 2015 tentang Pemberian Penghargaan dan
Penjatuhan Sanksi Bab V terkait Obyek Hisbah pada Bagian Kedua
Kategorisasi Pelanggaran Pasal 11 ayat (2) huruf a, b,e, g dan m yang
berbunyi:
“Pelanggaran kategori 3 (tiga) merupakan perbuatan yang melanggar
keputusan syuro, tsawabit, Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga
Partai, termasuk tetapi tidak terbatas seperti: (a) melanggar sumpah
atau janji setia anggota partai; (b) melanggar peraturan dan keputusan
Partai; (e) tanpa alasan sah tidak melaksanakan hasil musyawarah Partai,
tidak mematuhi keputusan Pimpinan yang harus ditaati, tidak mematuhi
kebijakan-kebijakan dan/atau sikap-sikap Partai; (g) mengutamakan
kepentingan diri sendiri, kelompok, atau pihak lain di atas kepentingan
Partai;”
23. Tanggal 16 Desember 2015 pukul 13.00 WIB, rapat DPTP membahas
sikap FH dan memutuskan melimpahkan persoalan FH ke DPP PKS cq Badan
Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS sesuai AD/ART PKS. Persoalan
yang dilimpahkan adalah terkait ketidakdisiplinan anggota terhadap
AD/ART dan peraturan Partai lainnya serta ketidaktaatan kepada arahan
Pimpinan Partai dan mengingkari secara berulang komitmennya yang telah
disampaikan kepada KMS.
B. PROSES PENANGANAN ATAS DUGAAN PELANGGARAN TERHADAP ATURAN DAN DISIPLIN ORGANISASI PKS
1. DPP PKS menindaklanjuti pelimpahan DPTP PKS dengan menugaskan
Bidang Kaderisasi DPP PKS untuk bertindak sebagai Pengadu ke BPDO DPP
PKS, sebab Bidang Kaderisasi DPP PKS adalah bidang yang terkait dengan
pengkaderan dan penanaman nilai-nilai kedisiplinan serta ketaatan kader
terhadap aturan-aturan Partai. Selanjutnya Bidang Kaderisasi DPP PKS
pada tanggal 26 Desember 2015 mengadukan persoalan ketidakdisiplinan dan
ketidaktaatan FH tersebut sesuai aturan Partai kepada BPDO sebagai
Badan yang oleh AD/ART PKS diberikan kewenangan untuk menegakkan
kedisiplinan dan ketaatan anggota Partai.
2. Setelah BPDO melakukan verifikasi atas bukti-bukti pengaduan dan
dinyatakan lengkap, selanjutnya BPDO pada tanggal 28 Desember 2015
mengadakan rapat yang menghasilkan keputusan antara lain melakukan
pemanggilan FH sebagai Teradu, dengan agenda permintaan keterangan yang
akan dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2016.
3. Pada tanggal 2 Januari 2016 FH mengirimkan surat kepada BPDO yang
menyatakan bahwa FH tidak bisa hadir pada tanggal 4 Januari 2016 karena
sedang di luar negeri. Selanjutnya surat tersebut dibahas dalam rapat
BPDO pada tanggal 4 Januari 2016. BPDO memahami alasan di atas dan
memutuskan untuk memanggil ulang FH guna dimintai keterangan pada
tanggal 11 Januari 2016.
4. Pada tanggal 11 Januari 2016 pukul 19.30 WIB, FH datang ke kantor
DPP PKS memenuhi pemanggilan BPDO. Pada pemanggilan tersebut, BPDO
mengajukan 28 pertanyaan yang dijawab secara tertulis oleh FH.
Keterangan itu kemudian dibuatkan berita acaranya dan ditandatangani
oleh FH dan BPDO.
5. Tetapi sebelum kedatangannya, FH sudah membuat pernyataan yang
diliput media massa bahwa KMS PKS meminta dirinya mengundurkan diri dari
jabatan pimpinan DPR RI dan FH mengklaim bahwa itu adalah permintaan
pribadi KMS sehingga FH memberi tanggapan secara pribadi juga. Padahal
permintaan pengunduran diri oleh KMS terjadi akibat FH mengingkari
komitmen untuk melaksanakan arahan dan kebijakan Partai sebagaimana yang
telah disampaikan oleh FH kepada Pimpinan Partai pada tanggal 1
September 2015. Bahkan pada tanggal 23 Oktober 2015 FH berkomitmen di
depan KMS untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua
DPR RI pada pertengahan bulan Desember 2015. Pada tanggal 9 Desember
2015, FH juga menyatakan kembali komitmennya untuk mengundurkan diri di
hadapan KMS dan disaksikan oleh TS. Dan semua peristiwa tersebut terjadi
di ruang kerja KMS di kantor DPTP PKS bukan di rumah pribadi KMS,
sehingga itu tidak benar jika dianggap sebagai permintaan pribadi KMS.
6. Pada rapat BPDO tanggal 13 Januari 2016, BPDO sesuai dengan
kewenangannya (Pedoman Partai No.2 Tahun 2015) memutuskan: (1) setelah
mempelajari dan menganalisis hasil pemeriksaan keterangan FH dan sikap
bersangkutan selama proses pemeriksaan di BPDO maka status perkara FH
ditingkatkan ke persidangan Majelis Qadha; (2) membentuk Majelis Qadha
yang melaksanakan fungsi sebagai qadhi’ atau hakim yang berjumlah 3
orang guna menangani persidangan FH; (3) menetapkan jadwal persidangan
pertama Majelis Qadha pada tanggal 19 Januari 2016.
7. Selain itu dalam rapat tersebut, BPDO juga mengundang saksi ahli
saudara Untung Wahono selaku mantan Ketua Majelis Pertimbangan Pusat
(MPP) PKS untuk dimintai pendapatnya sesuai dengan keahliannya dan TS
sebagai saksi. Kemudian setelah rapat, BPDO mengirimkan surat panggilan
persidangan kepada FH untuk hadir dalam persidangan pertama tanggal 19
Januari 2016.
8. Pada tanggal 14 Januari 2016 FH mengirimkan surat yang menyatakan:
(1) sedang menghadiri acara PUIC OIC di Baghdad Iraq, sehingga tidak
dapat menghadiri persidangan Majelis Qadha tanggal 19 Januari 2016 dan
mengajukan penjadwalan ulang setelah tanggal 27 Januari 2016; (2)
meminta 4 orang saksi untuk dihadirkan dalam persidangan Majelis Qadha
yakni Iskan Qolba Lubis, Jazuli Juwaini, Fadli Zon dan Irman Putra
Sidin.
9. Sidang Majelis Qadha tetap diselenggarakan tanggal 19 Januari
2016. Di antara keputusan Majelis Qadha adalah: (1) tetap menggelar
persidangan meskipun tanpa kehadiran FH selaku Teradu; (2) menerima
surat Teradu untuk pengajuan penjadwalan ulang persidangan dan memanggil
kembali Teradu untuk persidangan pada tanggal 28 Januari 2016; (3)
sesuai dengan kewenangannya, Majelis Qadha menerima sebagian usulan
Teradu yang mengajukan saksi yaitu Iskan Qolba Lubis dan Jazuli Juwaini
dan menolak yang lainnya.
10. Pada tanggal 28 Januari 2016 persidangan kedua Majelis Qadha atas
perkara FH selaku Teradu dilaksanakan di DPP PKS dengan dihadiri oleh
Teradu. Dalam persidangan tersebut, dibacakan laporan hasil investigasi
dan tuntutan terhadap Teradu atas dugaan pelanggaran disiplin organisasi
Partai. Bahwa seluruh tindakan dan pernyataan Teradu tersebut diduga:
a) Melanggar disiplin organisasi Partai;
b) Melanggar AD PKS Pasal 11 ayat (1) huruf d: “ Anggota
diberhentikan keanggotaannya apabila melanggar Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Partai lainnya”
c) Melanggar ART PKS Pasal 6 Ayat (1), (3) dan (6):
(1) Setiap anggota wajib mengikrarkan janji sebagai berikut: “Saya
berjanji untuk senantiasa berpegang teguh kepada AD/ART dan Peraturan
Partai Keadilan Sejahtera serta setia kepada Pimpinan Partai”
(2) Setiap anggota wajib taat dan berpegang teguh kepada AD/ART dan Peraturan Partai Keadilan Sejahtera
(6) Setiap anggota wajib menjalankan tugas yang diamanatkan oleh Partai.
d) Melanggar Pedoman Partai No.01 Tahun 2015 Pasal 11 Ayat (2) huruf a, b, e, dan m.
Ayat (2) : “Pelanggaran kategori 3 (tiga) merupakan perbuatan yang
melanggar keputusan syuro, tsawabit, Anggaran Dasar dan/atau Anggaran
Rumah Tangga Partai, termasuk tetapi tidak terbatas seperti:
a. Melanggar sumpah atau janji setia anggota partai;
b. Melanggar peraturan dan keputusan Partai;
e. Tanpa alasan sah tidak melaksanakan hasil musyawarah Partai, tidak
mematuhi keputusan Pimpinan yang harus ditaati, tidak mematuhi
kebijakan-kebijakan dan/atau sikap-sikap Partai;
m. Menyebarkan berita yang menyebabkan rusaknya ukhuwah dan persatuan jamaah.
Dalam persidangan itu Teradu memberikan jawaban, tanggapan, dan pembelaan secara tertulis dan lisan.
11. Pada tanggal 29 Januari 2016 pukul 08.00 WIB, Majelis Qadha
memanggil dan meminta keterangan Saudara Iskan Qolba Lubis dan Saudara
Jazuli Juwaini sebagai saksi yang diajukan oleh Teradu. Kedua saksi
sudah memberikan keterangannya dalam persidangan tersebut dengan baik.
12. Setelah persidangan mendengarkan saksi-saksi, Majelis Qadha
mengadakan rapat dan memutuskan:
(1) FH terbukti melakukan pelanggaran
disiplin organisasi Partai dengan kategori berat; (2) mengabulkan
tuntutan BPDO berupa pemberhentian keanggotan FH sebagai Anggota PKS
dalam semua jenjang keanggotaan Partai. Selanjutnya, hasil putusan
tersebut dilaporkan kepada BPDO.
13. BPDO menindak lanjuti putusan Majelis Qadha tersebut. Namun
mengingat keputusannya adalah pemberhentian dari Anggota Partai, maka
yang berhak memutuskan final dan mengikat adalah Majelis Tahkim
sebagaimana diatur dalam AD PKS Pasal 11 ayat (2) huruf d: “Anggota yang
melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan
Partai lainnya diberhentikan berdasarkan keputusan dari Majelis Tahkim.”
Dan Pedoman Partai No.2 Tahun 2015 Pasal 44 ayat (4) yang berbunyi;
“Putusan Majelis Tahkim bersifat final dan mengikat.” Oleh karena itu
BPDO menyampaikan rekomendasi keputusan tersebut kepada Majelis Tahkim
dengan nomor No.01/D/PDO/PKS1437 tertanggal 29 Januari 2016 dengan
lampiran satu bundel berkas perkara.
14. Majelis Tahkim dalam AD/ART PKS yang disebut di atas adalah
sebutan untuk Mahkamah Partai sebagaimana diatur dalam UU No.02 Tahun
2011 tentang Partai Politik. Adapun pembentukan Majelis Tahkim dan
keanggotaannya untuk periode kepengurusan 2015-2020 diputuskan pada
rapat DPTP pada tanggal 28 Januari 2016. DPP PKS sesuai arahan DPTP
melaporkan pembentukan dan susunan anggota dan pimpinan Majelis Tahkim
kepada Kementerian Hukum dan HAM RI pada tanggal 1 Februari 2016.
15. Pada tanggal 11 Februari 2016, Majelis Tahkim mengadakan rapat
pertama dengan agenda: (1) memeriksa hasil rekomendasi BPDO; (2)
memeriksa alat bukti; (3) membuat jadwal pemanggilan Teradu FH; (4)
membuat jadwal mendengarkan keterangan saksi-saksi dan ahli.
16. Pada tanggal 15 Februari 2016 Majelis Tahkim meminta pendapat
saksi ahli yakni Ustadz Hilmi Aminuddin (Ketua Majelis Syuro periode
sebelumnya) di Lembang terkait kelaziman arahan seorang Ketua Majelis
Syuro, baik lisan atau pun tulisan. Jika sebuah arahan bersifat lisan,
apakah dapat dipahami sebagai arahan pribadi atau Pimpinan Partai.
17. Majelis Tahkim juga meminta kesaksian dari KMS di kantor DPP PKS
pada tanggal 18 Februari 2016 terkait arahan KMS kepada Teradu itu
bersifat pribadi atau lembaga. Dalam kesempatan yang sama, Majelis
Tahkim juga meminta keterangan dari TS untuk meminta keterangan terkait
arahan KMS kepada Teradu apakah bersifat pribadi ataukah lembaga dari
sudut pandang AD/ART dan Peraturan Partai lainnya.
18. Pada tanggal 18 Februari 2016 Majelis Tahkim menyelenggarakan
rapat yang memutuskan untuk memanggil Teradu untuk hadir dalam Sidang
Majelis Tahkim tanggal 22 Februari 2016 yang dimaksudkan agar Teradu
dapat melakukan klarifikasi terhadap masalah yang diadukan atau
melakukan pembelaan diri atau perbaikan dan memberikan keterangan lain
yang diperlukan. Karena itu setelah rapat, Majelis Tahkim mengirim surat
kepada Teradu dengan No.04/D/MT-PKS/V/1437.
19. Pada Sabtu, tanggal 20 Februari 2016 pukul 21.44 WIB Teradu
menyampaikan pesan melalui WA kepada Ketua Majelis Tahkim Hidayat Nur
Wahid (HNW) sebagai berikut: “Syaikh, saya mendengar ada undangan dari
antum. Sebetulnya saya terjadwal kembali Senin sore menjelang malam,
sementara undangan antum senin sore, saya berusaha dipercepat. Tapi jika
boleh diundur di pekan yang sama, gak pa-pa, agar bisa mempersiapkan
bahan dan lain-lain. Demikian, Jazakumulah Khairan. FH.” Pada saat itu,
FH sedang melakukan kunjungan muhibah ke Azerbaijan. Terhadap pesan WA
tersebut, pada Ahad 21 Februari 2016 pukul 05.19 WIB, HNW menjawab
sebagai berikut; “Walaikumussalam. Akan saya sampaikan ke forum Majelis
tentang kondisi dan usulan Antum ini. Wafii amanillah.”
20. Pada hari Ahad tanggal 21 Februari 2016 pukul 14.00 WIB, HNW
mendapat informasi dari Mahfudz Abdurahman (Anggota DPTP PKS yang juga
Anggota DPR RI FPKS) bahwa FH dan rombongaan yang melakukan muhibah ke
Azerbaijan kepulangannya dipercepat sebab sudah tidak ada lagi agenda
disana, dan saat itu semua sudah tiba di Indonesia. Artinya dapat
disimpulkan bahwa FH sudah ada di Jakarta dan seharusnya bisa menghadiri
panggilan Majelis Tahkim keesokan harinya Senin 22 Februari 2016.
21. Pada tanggal 22 Februari 2016 sidang pertama Majelis Tahkim
digelar pukul 16.00 WIB sesuai dengan keputusan rapat Majelis Tahkim
sebelumnya, akan tetapi hingga Majelis Tahkim membuka sidangnya pada
pukul 16.12 WIB, Teradu tidak hadir di tempat dan tidak ada kabar
beritanya. Padahal menurut berita di media, Teradu dan Pimpinan DPR
lainnya sedang ada di istana negara bersama Presiden RI dan pertemuan
tersebut sudah selesai sebelum pukul 15.00 WIB karena pukul 15.00 WIB
sudah diselenggarakan konferensi pers oleh Presiden RI dan Ketua DPR RI.
22. Meskipun Teradu tidak hadir pada sidang Majelis Tahkim pertama di
atas, Majelis Tahkim tetap memutuskan untuk melanjutkan persidangan.
Sidang tersebut juga memutuskan untuk memanggil kembali Teradu agar
hadir pada tanggal 25 Februari 2016 pukul 20.00 WIB. Selanjutnya pada
hari itu juga Majelis Tahkim mengirimkan surat panggilan kepada Teradu
untuk hadir dalam persidangan kedua yang akan diselenggarakan pada
tanggal 25 Februari 2016.
23. Setelah sidang Majelis Tahkim ditutup, beberapa saat kemudian
sekitar pukul 18.30 WIB datang utusan Teradu dengan membawa surat dari
Teradu yang ditujukan kepada Ketua Majelis Tahkim PKS HNW yang isinya;
“Saya menyampaikan permohonan maaf belum dapat menghadiri persidangan
Majelis Tahkim hari ini (22-02-2016). Saya mohon agar dapat dijadwalkan
ulang untuk menyiapkan bahan.”
24. Dengan penyebutan HNW sebagai Ketua Majelis Tahkim dalam surat
Teradu di atas, menandakan bahwa Teradu mengakui keberadaan Majelis
Tahkim PKS. Namun demikian, dalam isi suratnya Teradu masih
mempertanyakan legalitas pengesahan Majelis Tahkim sebagaimana diatur
dalam Pasal 32 UU No.2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Padahal
Majelis Tahkim PKS dibentuk secara sah oleh DPTP PKS berdasarkan AD PKS
Pasal 15 Ayat (6) dan Pedoman Partai No.2 Tahun 2015 Pasal 35 Ayat (1)
serta merujuk kepada ketentuan UU No.2 tahun 2011 tentang Partai Politik
Pasal 32 Ayat (1) s/d (5).
25. Pada tanggal 25 Februari 2016 sekitar pukul 18.00 WIB, Teradu
mengirimkan surat kembali yang isinya menyampaikan bahwa Teradu tidak
mau hadir dalam persidangan kedua Majelis Tahkim yang akan dilaksanakan
pada pukul 20.00 WIB di hari tersebut, dengan alasan beberapa tuntutan
Teradu tidak dipenuhi oleh Majelis Tahkim. Majelis Tahkim sudah
mempelajari tuntutan Teradu di antara yang terpenting adalah
mempertanyakan apa yang menjadi dakwaan terhadap dirinya. Majelis Tahkim
merujuk kepada pendapat Majelis Qadha sebelumnya yang menilai tuntutan
ini tidak relevan dan dakwaan tersebut sudah dibacakan saat Sidang
Majelis Qadha kedua pada tanggal 28 Januari 2016 dimana Teradu juga
sudah hadir dalam sidang tersebut. Akhirnya Majelis Tahkim tetap
menjalankan proses persidangan kedua pukul 20.00 WIB sampai selesai
dengan putusan menerima seluruh rekomendasi BPDO dan rumusan
keputusannya akan dibuat pada Rapat Majelis Tahkim berikutnya.
26. Pada tanggal 26 Februari 2016 DPP PKS menerima surat dari
Kementerian Hukum dan HAM yang pokok isinya memohon DPP PKS untuk
melakukan penyesuain komposisi Mahkamah Partai (Majelis Tahkim) yang
bersifat tetap. Surat dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut merupakan
tanggapan atas surat pemberitahuan DPP PKS mengenai pembentukan dan
penyusunan pimpinan dan anggota Majelis Tahkim yang dikirimkan pada
tanggal 1 Februari 2016.
27. Surat dari Kementerian Hukum dan HAM tersebut di atas tidak
membatalkan keputusan DPTP PKS terkait pembentukan Majelis Tahkim
beserta proses persidangan yang telah dilakukan oleh Majelis Tahkim.
Oleh karena itu pada rapat DPTP tanggal 29 Februari 2016, DPTP telah
memutuskan untuk menyesuaikan susunan Majelis Tahkim sebagaimana yang
dimohonkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan menugaskan DPP PKS untuk
segera mengirimkannya kepada Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian, pada
tanggal 2 Maret 2016, DPP PKS mengirimkan surat No.B-36/K/DPP-PKS/1437
kepada Kementerian Hukum dan HAM perihal penyesuaian susunan pimpinan
dan anggota Majelis Tahkim.
28. Pada rapat Majelis Tahkim Tanggal 7 Maret 2016, Majelis Tahkim
memanggil kembali Teradu untuk mengikuti sidang yang ketiga kalinya
sebagai kesempatan terakhir Teradu untuk melakukan pembelaan yang akan
diselenggarakan pada tanggal 11 Maret 2016. Maka pada tanggal 8 Maret
2016, Majelis Tahkim kembali mengirimkan surat panggilan kepada Teradu
untuk hadir dalam sidang Majelis Tahkim yang ketiga tersebut.
29. Pada tanggal 10 Maret 2016, Teradu mengirimkan surat yang isinya
menolak kembali untuk hadir, meminta seluruh proses persidangan atas
dirinya dihentikan dan bahkan mempertanyakan kembali legalitas Majelis
Tahkim. Menyikapi hal tersebut, Majelis Tahkim menilai bahwa tuntutan
Teradu tidak relavan dan berlebihan. Oleh karena itu Majelis Tahkim
tetap melanjutkan proses persidangan atas Teradu. Maka pada tanggal 11
Maret 2016, Majelis Tahkim bersidang untuk yang ketiga kalinya tanpa
dihadiri oleh Teradu. Ketidakhadiran Teradu dipandang oleh Majelis
Tahkim bahwa Teradu tidak menghormati proses persidangan Majelis Tahkim
dan dengan sengaja tidak menggunakan hak pembelaannya.
30. Pada sidang ketiga Majelis Tahkim tanggal 11 Maret 2016, setelah
menimbang dan memperhatikan berbagai hal terkait dengan rekomendasi BPDO
atas perkara Teradu dan penyikapan Teradu terhadap proses persidangan
Majelis Tahkim, maka Majelis Tahkim memutuskan melalui putusan
No.02/PUT/MT-PKS/2016 menerima rekomendasi BPDO yaitu memberhentikan
Saudara FH dari semua jenjang keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera.
31. Pada tanggal 20 Maret 2016, Majelis Tahkim menyampaikan
putusannya kepada DPTP PKS untuk ditindaklanjuti sebagaimana diatur
dalam AD/ART PKS. Selanjutnya, pada tanggal 23 Maret 2016, DPTP
melimpahkan kepada DPP PKS untuk menindaklanjuti sebagaimana diatur
dalam AD/ART PKS.
Jakarta, 4 April 2016
Presiden DPP PKS
Mohamad Sohibul Iman, Ph.D.
Revisi terakhir: Senin, 4/4/2016 pk. 07.02 wib.
Download versi PDF di sini
sumber : pks.id
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
0 Response to "Penjelasan PKS Tentang Pelanggaran Disiplin Partai yang Dilakukan Saudara Fahri Hamzah"
Posting Komentar