Sudah 2 Tahun, Petani di Pringsewu Ini Tak Perlu Beli Elpiji dan Tak Pusing Listrik Padam

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Anwar Sani (36), petani dari Dusun II Pekon Kediri, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

PRINGSEWU - Pemadaman listrik PLN di malam hari terkadang membuat orang bingung mendapatkan penerangan alternatif yang murah. Namun kebingungan itu tidak berlaku bagi keluarga Anwar Sani (36), petani yang berasal dari Dusun II Pekon Kediri, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

Bapak dua anak ini bersama kelompok taninya telah memandapatkan sumber energi yang murah dan dapat diperoleh dari belakang rumah, yakni kandang sapi. Berkat dampingan dari tim Unila, Anwar merubah kotoran hewan (kohe) sapi menjadi energi.

Fermentasi kohe menghasilkan gas yang bisa dipakai masak dan penerangan. Anwar yang mengaku tidak memiliki pendidikkan tinggi ini pun memaparkan secara rinci pemanfaatan kohe ini.

Pertama kali dengan membuat bak penampung ukuran 4 meter persegi dengan tinggi 2 meter tertanam di tanah. Bak penampung ini tertutup rapat dengan sistim kubah yang terhubung dengan sumur penghancur kohe.

Sehingga, kohe sebelum dimasukkan ke bak penampung dihancurkan di sumur penghancur dengan perbandingan 1:1. Atau 1 kg kohe dengan 1 liter air diaduk hingga menjadi bubur untuk dimasukkan ke bak penampung.

Setelah itu terjadilah fermentasi di bak penampung yang tertutup rapat dan menghasilkan gas. Gas ini pun disalurkan melalui pipa ke rumah dan disambungkan lewat selang untuk ke perkakas yang akan dimanfaatkan. Seperti kompor dan lampu.

"Sudah dua  tahun kami menggunakan ini, semenjak itu tidak pernah cari kayu, tidak pernah beli gas elpiji. Saat mati lampu nggak pernah beli lilin dan minyak tanah," kata Anwar yang juga ketua Kelompok Tani Karya Tani ini.

Menurut Anwar, dengan satu bak penampung (digester) itu ada tiga rumah yang merasakan mafaatnya, yakni dua rumah yang ada di belakangnya. Idealnya, untuk memenuhi kohe di bak penampung itu butuh delapan sapi.

Setiap harinya, kata Anwar, satu sapi menghasilkan 12 kilo gram kohe. Sementara kapasitas gas yang dihasilkan dalam bak penampung adalah 12 kubik.

"Sejumlah itu untuk masak dua hari dua malam tidak habis," ujarnya.

Suranti (35) yang selama dua tahun telah merasakan manfaat gas kohe ini merasa terbantu dalam pembiayaan dapur rumah tangganya. Bagaimana tidak, selama itu Suranti tidak pernah membeli elpiji untuk bahan bakar memasak.

Sementara uang yang seharunya untuk beli elpiji bisa dipakai untuk membeli yang lain. Sedangkan rutinitas yang dia lakukan untuk bahan bakar memasak pun hanya mengumpulkan kohe setiap hari. Sehingga kandang dan lingkungan menjadi bersih dan sehat.

Limbah Pupuk Cair dan Padat
Tidak hanya energi, Anwar Sani mengatakan bahwa sisa dari fermentasi kohe ini dapat diambil manfaatnya berupa pupuk. Ada dua jenis pupuk yang dihasilkan, yakni pupuk padat dan pupuk cair.

Pupuk cair ini pun bisa digunakan untuk memupuk tanaman dengan cara disemprot dan pupuk padat dengan cara menaburkan di media tanam. Alhasil dengan adanya pupuk ini, Anwae juga memanfaatkannya sebagai tanaman sayuran di sekitar rumah.

Kedepan, Anwar berencana mengembangkan Dusun II Pekon Kediri sebagai Desa Mandiri Energi. Saat ini, di wilayah Dusun tersebut sudah ada tiga bak penampung kohe dan telah dimanfaatkan oleh enam rumah.

Sedangkan untuk mecukupi kebutuhan dusun ini perlu 15 bak penampung kohe, yang sudah direcanakan di beberapa titik  Tempat yamg direncanakan ini  sekitarnya terdapat rumah tangga yang memelihara sapi.

Wilayah ini pun akan direncanakan sebagai tempat penghasil produksi pertanian organik. Seperti sayuran dan padi yang memanfaatkan pupuk limbah fermentasi kohe. Kedepan, limbah ini pun aka didaur ulang menjadi pakan budidaya ikan lele.

sumber : TribunLampung.com 
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين

0 Response to "Sudah 2 Tahun, Petani di Pringsewu Ini Tak Perlu Beli Elpiji dan Tak Pusing Listrik Padam"

Posting Komentar