بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ: » اَلْهَلاَكُ فِي اثْنَتَيْنِ: الْعُجُبُ وَالْقَنُوْطُ «
Berkata Abdullah bin Mas'ud r.a, "Pangkal kebinasaan terdapat pada dua perkara; bangga diri dan putus asa."
Saudaraku,
Dalam hidup, pasti kita pernah disapa oleh terpesona dengan kebaikan diri sendiri ('ujub) dan juga pernah merasakan putus asa dari rahmat Allah s.w.t, karena kegagalan yang kita alami.
Dalam hidup, pasti kita pernah disapa oleh terpesona dengan kebaikan diri sendiri ('ujub) dan juga pernah merasakan putus asa dari rahmat Allah s.w.t, karena kegagalan yang kita alami.
Salah satu sifat
tercela yang harus kita singkirkan sejauh-jauhnya dari diri kita adalah
rasa putus asa. Karena ia akan menjadi bencana besar bagi kita di dunia
dan kebangkrutan dahsyat di akherat sana.
Terkadang persoalan
hidup yang mendera kita, memicu kita untuk putus asa. Semisal hutang
yang mencengkeram leher. Sakit kronis yang tak kunjung sembuh dan akrab
menyapa tubuh, sementara biaya pengobatan melangit tinggi. Kegagalan
membangun rumah tangga bahagia. Gagal dalam studi. Buah hati tak kunjung
datang padahal usia pernikahan tidak lagi seumur jagung. Akhirnya kita
menjadi pupus harapan dan asa pun mengkandas lelah.
Pemotongan
gaji setiap bulan, padahal gaji tak kunjung naik. Bisnis hancur dan
usaha bangkrut. Dikhianati orang kepercayaan dan ditipu orang-orang
dekat. Kepergian anak semata wayang ke haribaan Ilahi Rabbi. Atau
sertifikasi guru dan dosen tak kunjung tiba.
Ternak ayam potong
tidak mendatangkan hasil karena ayam-ayamnya stres, harga sawit dan
karet yang semakin terjun bebas. Sulitnya mendapatkan pekerjaan dan
status pengangguran yang permanen tak pernah berubah. Rumah yang telah
dibangun dan memakan biaya yang tidak kecil, roboh dihantam gempa atau
banjir. Bagi para mahasisiwa belum juga mendapatkan ACC dari dosen
pembimbing. Dan yang senada dengan itu.
Di sisi lain, kurangnya
amal shalih yang kita ukir dalam hidup. Banyaknya benih dosa dan maksiat
yang telah kita tabur di dunia. Sepinya ibadah di malam hari dan tidak
memaksimalkan peluang kebaikan di siang hari. Tak sedikit kezaliman yang
telah kita perbuat terhadap orang lain dan yang sewarna dengan itu.
Hal itu sering menghadirkan rasa putus asa dalam meraih surga. Dan
melahirkan sebuah bayangan api neraka yang pasti membakar tubuh kita.
Dan mustahil kita selamat darinya. Merasa bahwa ampunan-Nya tak akan
tergapai. Dan seterusnya.
Saudaraku,
Kekecewaan yang menghantui jiwa. Menganggap jalan telah buntu. Merasa tiada lagi harapan bangkit. Putus asa dari rahmat Allah s.w.t, merupakan mentalitas kaum kufar yang mereka wariskan kepada kita. Dan juga termasuk tipu daya setan yang telah banyak memperdaya kita, sebagai insan beriman. "Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf: 87).
Kekecewaan yang menghantui jiwa. Menganggap jalan telah buntu. Merasa tiada lagi harapan bangkit. Putus asa dari rahmat Allah s.w.t, merupakan mentalitas kaum kufar yang mereka wariskan kepada kita. Dan juga termasuk tipu daya setan yang telah banyak memperdaya kita, sebagai insan beriman. "Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir." (QS. Yusuf: 87).
Saudaraku,
Syekh Mustafa Siba'i pernah menasihati kita:
"Jika putus asa meraih surga dihembuskan setan, ingatlah ampunan Allah.
Syekh Mustafa Siba'i pernah menasihati kita:
"Jika putus asa meraih surga dihembuskan setan, ingatlah ampunan Allah.
Jika terbatasnya amal membuatmu putus asa meraih keselamatan di sana, kenanglah anugerah Allah.
Jika putus asa berhembus di hatimu lantaran sakit yang engkau derita, hadirkan rahmat Allah.
Jika engkau putus asa menghadapi mihnah (ujian) yang menderamu, yakinlah dengan janji Allah" (hakadza allamatnil hayat).
Saudaraku,
Membebaskan diri kita dari rasa putus asa dan bangkit dari keterpurukan ruhani, tidaklah mudah. Tapi juga tidak mustahil. Hal itu dapat kita lakukan dengan jalan mengenang dan mengingat besarnya ampunan Allah. Luas karunia-Nya. menggunung rahmat-Nya dan kepastian janji-Nya.
Membebaskan diri kita dari rasa putus asa dan bangkit dari keterpurukan ruhani, tidaklah mudah. Tapi juga tidak mustahil. Hal itu dapat kita lakukan dengan jalan mengenang dan mengingat besarnya ampunan Allah. Luas karunia-Nya. menggunung rahmat-Nya dan kepastian janji-Nya.
Sebesar apapun dosa dan setebal apapun maksiat yang pernah kita perbuat
dalam hidup, ampunan dari-Nya akan kita gapai selama kita mau menyesali
dan menyusuli perbuatan dosa yang pernah kita lakukan dengan amal
kebaikan dan mau bertaubat nasuha kepada-Nya. Selama nafas belum sampai
di tenggorokan (sakaratul maut). Dan selama matahari belum terbit dari
arah barat, yakni; tibanya hari kiamat. Demikian Nabi saw memberikan
arahannya kepada kita.
Bahkan beliau memberi garansi, "Orang yang
bertaubat dari dosa yang pernah dilakukannya, maka ia seperti orang
yang tak berdosa." (HR. Ibnu Majah, no. 4250 dan dihasankan oleh syekh
Albani).
Jadi awan dosa dan mendung maksiat yang pernah
menggelapkan hati kita, jika menghadirkan hujan taubat dan menjadi
lautan penyesalan. Maka hal itu justru dapat mengangkat derajat kita di
akherat sana.
Saudaraku,
Sadar dengan kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri kita merupakan modal berharga untuk bangkit dari keterpurukan. Menyadari sedikitnya amal shalih yang kita ukir. Banyaknya kewajiban yang tidak tertunaikan secara sempurna. Peluang amal shalih yang sering terbuang percuma dan seterusnya.
Sadar dengan kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri kita merupakan modal berharga untuk bangkit dari keterpurukan. Menyadari sedikitnya amal shalih yang kita ukir. Banyaknya kewajiban yang tidak tertunaikan secara sempurna. Peluang amal shalih yang sering terbuang percuma dan seterusnya.
Yakinlah, bahwa Allah s.w.t senantiasa memberi pertolongan, kemudahan
dan berbagai karunia dan anugerah yang berlimpah ruah. Selama kita mau
berbenah diri. Selama kita mempersiapkan diri menyambut karunia dan
pertolongan-Nya. Selama kita tak berputus asa meraih kemudahan dari-Nya.
Angin yang biasa dihembuskan setan di hati kita pada saat mengalami
kondisi seperti ini adalah bahwa kita merasa tak akan selamat dari
sengatan api neraka. Sehingga kaki kita terasa kaku, tak sanggup
melanjutkan perjalanan menuju Allah s.w.t. Segera kenali bisikan setan
model ini dan lemparkan jauh-jauh dari diri kita.
Pada saat kita
merasa bekal kita tak cukup untuk bertemu dengan-Nya, maka kita berputus
asa dari rahmat-Nya. Ingatlah, bahwa selama kita meminta kekuatan
kepada-Nya. Selama kita merasa lemah dan tunduk terhadap-Nya. Selama
sandaran kita pada-Nya tidak melemah. Selama semangat perjuangan tak
luntur dan pengabdian tak mengendor, maka kita akan meraih ridha-Nya dan
tersenyum saat berjumpa dengan-Nya. Walaupun dengan bekal yang kurang
sempurna.
Saudaraku,
Sakit yang kita derita, mengajari kita tentang hakikat nilai sebuah nikmat-Nya yang agung; yakni kesehatan. Ketika berbagai penyakit berbahaya bersemayam di tubuh kita, menyadarkan kita bahwa sehat itu sangat mahal harganya. Tak bisa ditukar dengan segunung harta benda, kepingan emas, kilauan intan permata, mutiara dan berlian. Tak dapat dibeli dengan kekuasaan dan jabatan. Tak mungkin diganti dengan sawah ladang ribuan hektar milik kita.
Sakit yang kita derita, mengajari kita tentang hakikat nilai sebuah nikmat-Nya yang agung; yakni kesehatan. Ketika berbagai penyakit berbahaya bersemayam di tubuh kita, menyadarkan kita bahwa sehat itu sangat mahal harganya. Tak bisa ditukar dengan segunung harta benda, kepingan emas, kilauan intan permata, mutiara dan berlian. Tak dapat dibeli dengan kekuasaan dan jabatan. Tak mungkin diganti dengan sawah ladang ribuan hektar milik kita.
Kita tak
dapat berbicara banyak dengan jabatan yang kita sandang. Kedudukan
terhormat di masyarakat. Popularitas yang melekat di baju kita.
Pendamping hidup yang berparas menarik dan anggun. Kekayaan yang kita
punya dan yang seirama dengan itu. Selagi tubuh kita akrab dengan
penyakit berbahaya. Bahkan makanan enak dan favorit sekalipun harus kita
hindari. Jika membahayakan kesehatan kita. Jika kita ingin
memperpanjang kontrak hidup kita di dunia ini.
Pada saat kita
sakit, kita semakin menyadari kelemahan diri kita. Semakin kita merasa
membutuhkan pertolongan-Nya. Terkadang ibadahpun kita rasakan lebih
khusyu' dan tenang dibandingkan saat kita sehat dan kuat. Juga kita
semakin menghargai peran besar orang-orang dekat yang menyayangi kita.
Yang mungkin tidak kita kenali dan sadari sewaktu kita sehat.
Sakit yang kita derita, jika kita sabar menghadapinya, maka hal itu bisa
menjadi penebus dosa yang pernah kita ukir dalam kehidupan. Sengaja
atau tidak yang kita lakukan. Baik besar ataupun kecil. Kepada
orang-orang dekat ataupun yang jauh di mata. Siapa yang tak ingin
dosa-dosanya terampuni? Tentu tidak ada.
Jangan sampai sakit yang
kita derita justru menambah beban berat di akherat sana. Justru semakin
menambah pundi-pundi dosa yang memang sudah tak terhitung jumlahnya.
Hal itu tercipta, jika kita tak ridha dengan garis takdir-Nya. Kita
berprasangka buruk terhadap-Nya. Dan banyak berkeluh kesah karena sakit
yang kita derita.
Saudaraku,
Bencana, musibah, ujian dan cobaan yang menyapa kita, berfungsi sebagai parameter kualitas iman kita kepada Yang Maha Kuasa. Dan seseorang mendapatkan ujian dan cobaan selaras dengan kadar keimanan yang dimilikinya.
Bencana, musibah, ujian dan cobaan yang menyapa kita, berfungsi sebagai parameter kualitas iman kita kepada Yang Maha Kuasa. Dan seseorang mendapatkan ujian dan cobaan selaras dengan kadar keimanan yang dimilikinya.
Allah s.w.t
berfirman, "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja
mengatakan, "kami telah beriman", padahal mereka belum diuji?. Dan
sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah Mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut: 2-3).
Jadi ujian dan cobaan hidup, merupakan saringan dan seleksi alami bagi
kita umat beriman. Dan tentu dalam setiap seleksi, ada yang lulus dengan
mudah. Ada yang lulus dengan predikat terbaik. Ada yang nilainya
pas-pasan. Ada yang dibantu kelulusannya. Dan bahkan ada yang gagal
dalam ujian.
Allah s.w.t membahasakan, orang yang lulus dalam
ujian-Nya sebagai orang yang jujur dengan keimanannya. Sedangkan mereka
yang gagal, sebagai para pecundang dan pendusta.
Ujian dan cobaan
serta musibah yang menyapa kita, memiliki hikmah yang teramat berharga
bagi kita. Untuk menebus dosa dan kekhilafan kita dalam menjalani hidup.
Mengangkat derajat kita di surga. Agar kita semakin kuat memegang tali
Zat Yang Maha Kuat. Dan seterusnya.
Saudaraku,
Untuk itu, sesulit dan sesusah apapun keadaan dan kondisi kita. Jangan pernah kita berputus asa dari rahmat-Nya. Memandang dunia telah gelap. Melihat jalan telah buntu.
Untuk itu, sesulit dan sesusah apapun keadaan dan kondisi kita. Jangan pernah kita berputus asa dari rahmat-Nya. Memandang dunia telah gelap. Melihat jalan telah buntu.
Karena kita yakin, di balik kesulitan dan kesusahan
yang mendera kita. Di sana terbentang kemudahan dan kelapangan. Di sana
ada segunung perhatian-Nya dan selaksa rahmat dan kasih sayang-Nya
kepada kita. Wallahu a'lam bishawab.
Metro, 23 Maret 2016
Fir'adi Abu Ja'far
Fir'adi Abu Ja'far
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
ٱلْعَٰلَمِين
0 Response to "PUTUS ASA = MALAPETAKA DALAM DIRI KITA"
Posting Komentar